“Sungguh, Kamilah yang menghidupkan
orang-orang yang mati, dan Kami-lah yang mencatat apa-apa yang mereka kerjakan
dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan). Dan segala sesuatu kami kumpulkan
dalam Kitab yang jelas (Lauh Mahfuzh). “(QS. YaaSiin: 12 )
Hidup adalah
sebuah perjalan panjang yang sebenarnya singkat. Ia akan terus berjalan hingga
tarikan nafas terakhir. Bab demi bab perjalanan hidup akan tergulir dan
akhirnya akan tiba pada bab terakhir yakni bab kematian. Begitulah kelak ia akan
bermuara pada al- Maut.
Tidak ada yang
tau kapan al-Maut itu datang. Yang pasti ia adalah tamu terakhir yang akan
datang dan memutuskan semua kelezatan yang pernah dikecap seorang hamba. Tidak
hanya itu, kematian yang banyak orang lari darinya juga akan menjadi pemutus
semua amalan seorang hamba di dunia.
Sudah sepatutnya
bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk selalu
waspada. Siapapun dia, selama ia adalah makluk bernyawa pada hakekatnya ia
telah mendapat vonis yang sama yakni vonis hukum mati. Perjalanan hidup kita
adalah uluran waktu yang sangat berharga sebagai momen untuk kita berbenah juga
momen untuk kita mempersiapkan bekal sebelum waktu pelaksanaan vonis mati itu
tiba.
Maka tanyalah,
bekal apa yang telah kau siapkan? Jejak apa yang telah kau tinggalkan? Walau
pada kesimpulannya kita akan menemukan dua amalan sebagai jawaban dari
pertanyaan diatas yakni kebaikankah atau keburkan. Masing-masing dari amalan
tersebut akan memperoleh ganjaran setimpal. Jika dia kebaikan walaupun kecil
kapasitasnya, tetap akan mendapat balasan dari Allah yakni jannatun na’im
(syurga yang penuh dengan kenikmatan). Begitupun sebaliknya, jika ia adalah
keburukan walaupun kapasitasnya kecil tetap Allah akan memberi balasan bi’sal
mashiyr (seburuk-buruk tempat kembali) yakni nerka yang menyala-nyala. Na’udzubillahi min zalik.
Tanamlah
kebaikan, agar kita tak menjadi rugi. Tinggalkanlah jejak (atsar) keshalehan,
agar Allah ridha padamu dan Allah menjadikan penduduk langit juga penduduk bumi
mencintaimu. Tak ada kerugian dengannya, bagi setiap pejuang kebaikan. Ia kelak
akan menancapkan bendara kemenangannya di dunia dan akhirat. Ia kelak akan
memanen hasilnya dengan hasil yang berlipat ganda. Sebab yang beruntung itu hanyalah
milik orang-orang yang bertakwa kepada Allah subuhanahu a ta’ala.
Jejak-jejak
kebaikan itu akan sangat bermanfaat bagi setiap hamba yang menggoreskannya.
Jejak bermanfaat itu kelak akan menjadi amal jaariah untuknya saat nanti ia tak
lagi di alam dunia. Tak hanya itu, saat nanti seorang hamba dihadapkan kepada
Rabbul ‘Aalamiyn Allah subuhanahu wa
ta’ala jejak-jejak tersebut akan bersaksi untuknya. Bekas-bekas tersebut akan
berbicara kepada Allah untuk mengabarkan kepada Sang Maha Perkasa akan apa saja
yang telah dlakukan seorang hamba di atasnya selama menjalani hidup di dunia
fana ini.
Lagi-lagi,
betapa beruntungnya mereka yang melazimi kebeaikan. Amal jaariahnya terus ia
panen pahalanya walau ia telah meninggal dan bekas-bekas yang ia tinggalkan di
dunia ini akan menambah kabar kembira untuknya saat bersaksi di hadapan Allah
subuhanahu wa ta’ala.
Duh, sungguh
betapa ruginya. Adakah mereka mau berfikir? Mereka yang menjadikan dosa sebagai
kebiasaannya. Mereka menjadikan hawa nafsu sebagai raja yang bertahta di hatinya.
Mereka menjadikan keburukan sebagai bekas-bekas yang mereka lukiskan di kanfas
kehidupannya. Kelak dihari pembalasan nanti mata mereka akan terbelalak, wajah
mereka akan muram durja, hati mereka takut luar biasa. Tak ada amal jaariah
sebab justru keburukan yang ia wariskan. Bekas-bekas di dunia pun tak
membuatnya tenang, sebab ketika bekas-bekas itu bersaksi di hadapan Allah
subuhanahu wa ta’ala tersingkaplah segala keburukan yang mereka kerjakan dan
semakin menambah penderitaan mereka. Itulah kehinaan, buah dari keburukan yang
ditanamnya.
Saudaruku... Jejak apa yang kau tinggalkan?
Wallahu Muwaffiq
Antang, 08 Februari 2013 M
Abdullah al-Buthony
Tidak ada komentar:
Posting Komentar